Sarga Kanitrèn sebagai Refleksi Hari Pangan Dunia 2024

Oleh: Desty Nursyiam (Puspa Karima Indonesia)

Gunem Catur (dari kiri Dhiya Silmi, Desty Nursyiam, Devi Sari. Foto: Kacapaesan)


Yayasan Puspa Karima Indonesia menggelar acara diskusi dan peluncuran Music Video (MV) pada hari Sabtu 19 Oktober 2024 yang bertempat di Bale Riung P.34 Jl. Caringin Desa Sayang Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Acara ini digelar dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia yang ditetapkan setiap tanggal 16 Oktober. Acara yang didukung oleh program Fasilitasi Bidang Kebudayaan 2024 Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah IX ini mengangkat tema Perempuan dan Pangan.


Acara dimulai pukul 19.00 WIB, dibuka oleh penampilan rajah dari Desty Nursyiam dan Kharisma Cahayati dari Puspa Karima. Sebelum memasuki acara diskusi, seluruh audiens yang berasal dari berbagai komunitas budaya, pemerintah setempat dan masyarakat disuguhkan dengan sajian karya berbentuk Music Video (MV) berjudul "Sarga Kanitrèn". Karya ini pertama kali diluncurkan secara resmi pada saat acara berlangsung dan ditayangkan perdana di kanal Youtube Puspa Karima. "Sarga Kanitren" merupakan karya musik inovasi yang berakar dari tiga jenis kesenian yaitu Reak, Bakbrung dan Celempungan. Dengan mengangkat tema Perempuan dan Pangan, "Sarga Kanitrèn" mampu memancing daya kritis peserta yang hadir dalam acara Gunem Catur yang digelar pada waktu yang sama.


Gunem Catur dan bedah karya "Sarga Kanitrèn" ini dipimpin oleh Dhiya Silmi Amirah Soraya, M.Sn sebagai moderator dan dua orang narasumber yaitu Desty Nursyiam, S.Sn sebagai perwakilan dari Yayasan Puspa Karima Indonesia dan Devi Sari Astuti, S.Sos dari komunitas budaya Kebon Bagea, Ciwidey. Desty menyampaikan proses kreatif penciptaan karya "Sarga Kanitrèn" yang digarap selama kurang dari seminggu. Selama proses berkarya, semua personil dalam karya "Sarga Kanitrèn" yang berjumlah lima orang perempuan ini turut berperan aktif dan memberikan kontribusi karya.


Pemberian plakat dari Yayasan Puspa Karima kepada perwakilan BPK IX dan Devi Sari Kebon Bagèa (foto: Kacapaesan)


Karya ini menggambarkan peran perempuan di bidang pangan dalam perspektif budaya Sunda melalui simbol tokoh mitologi Nyi Pohaci. Dalam pemaparan karya, Desty menyampaikan segala bentuk kekhawatiran akan terkikisnya nilai-nilai budaya lokal terutama dalam ketahanan pangan. Saat ini perempuan seringkali dianggap kaum nomor dua dan kurang berkontribusi untuk pembangunan maupun ketahanan pangan. Padahal dalam kebudayaan Sunda, perempuan memiliki posisi yang sangat dihormati dan memiliki otoritas terkait kewenangan dalam mengelola kehidupan dan sumber-sumber penghidupan.


Kekhawatiran ini dijawab oleh Devi sebagai pembicara kedua dalam diskusi tersebut. Devi bersama suaminya Arif merupakan inisiator Kebon Bagèa. Komunitas budaya yang konsisten di bidang pangan. Bersama kawan-kawan di Kebon Bagèa, mereka mengelola pendidikan nonformal dengan mengembangkan agroekosistem berbasis kebudayaan Sunda dalam program Sakola Alam Bagèa. Hal ini menarik perhatian Miftahul Arifin (Mang Piping) dari Sarakan Indonesia Foundation untuk memberikan dukungan, beliau menyampaikan bahwa langkah yang dilakukan Kebon Bagea ini sangat penting. Alangkah lebih baik lagi apabila metode yang diajarkan di Sakola Alam Bagèa disusun menjadi sebuah metode ajar yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sehingga apa yang diupayakan oleh Kebon Bagèa dapat berkelanjutan.


Sampai pukul 22.00 WIB diskusi ini berjalan dengan lancar dan interaktif. Seluruh audiens secara aktif dan kritis dalam menanggapi para pembicara. Akhirnya diskusi ini ditutup dengan refleksi bersama. Dalam memperingati hari pangan sedunia 2024 ini, Yayasan Puspa Karima Indonesia kembali mengingatkan agar terus menjaga nilai-nilai kearifan lokal serta menghormati peran penting perempuan dalam pembangunan dan ketahanan pangan demi mencapai kesejahteraan bersama.


Editor: dpebriansyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar