Sewaka Budaya Ngaraksa Jagad

 Oleh: Venolisme


Foto: dok. Gamabudaya

Gama Budaya sebuah kelompok pemuda-pemudi yang berada di kaki Gunung Manglayang kembali menggelar acara rutinan tiap tahun di Kp. Ciborelang RT 04 RW 09 Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Adapun kegiatan kali memiliki judul Sewaka Dharma Ngaraksa Jagad. Acara yang digelar hasil swadaya masyarakat ini dilaksanakan pertama pada hari Minggu, 21 September 2025. Adapun kegiatan yang dilakukan pada acara ini yaitu Ngaruat mata air Cihampelas dan diskusi budaya dengan tema edukasi lingkungan berbasis budaya. Kegiatan yang kedua akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 September 2025. Kegiatan ini akan menampilkan berbagai gelaran seni yang merupakan hasil kreativitas dari masyarakat sekitar.


Kegiatan Ruatan yang menjadi penanda dimulainya acara Sewaka Dharma Ngaraksa Jagad, dilakukan sebagai upaya mengembalikan kembali nilai-nilai luhur masyarakat Sunda yang tidak bisa dipisahkan antara praktik kehidupan bermasyarakat dengan konsep pengelolaan lingkungan. Salah satu praktik ritus yang bertujuan untuk melakukan sebuah konservasi lingkungan adalah Ngaruat Sèkè Lembur atau melakukan berdoa bersama untuk menjaga kelestarian mata air. Selain berkumpul dan berdoa dengan cara-ciri masyarakat setempat, kegiatan ini pun diisi dengan bersih-bersih mata air dan juga penanaman pohon. Adapun pohon yang difokuskan untuk ditanami di sekitar mata air Cihampelas adalah pohon jenis Ficus Elastica atau karet kebo dan Ficus Benjamina atau Caringin. Selain itu masyarakat pun banyak yang ikut serta mengantar berbagai sasajen untuk ruatan dengan diiringi oleh salah satu kesenian khas dari Ciborelang yaitu Seni Reak.

Foto: dok. Gamabudaya


Menurut Rian Hidayat selaku ketua dari Gama Budaya mengatakan bahwa kegiatan ritus merupakan agenda wajib yang dilakukan tiap tahun dan digelar secara swadaya oleh masyarakat. Hal ini bertujuan untuk memantik kembali kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keberlangsungan mata air sebagai sumber kehidupan bagi semua. Rian Hidayat menekankan bahwa kegiatan ritus ini dilindungi oleh undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan dimana aktivitas ritus ini masuk ke dalam salah satu objek yang harus dijaga dan dirawat kelestariannya.


Kegiatan lain yang telah berlangsung pada perhelatan Sewaka Dharma Ngaraksa Jagad adalah diskusi budaya dan lingkungan yang digelar pada malam hari setelah selesai upacara ruatan. Adapun diskusi yang dilaksanakan di lapang Kabisa Ciborelang ini menghadirkan Pepep D.W aktivis lingkungan dan juga penulis buku tentang gunung. Nunuh Sutisna, Purnawirawan Polisi yang familiar dengan julukan Manusia Pohon serta dua kepala desa yaitu Edi Juarsa (Cinunuk) dan Hadian Supriatna (Cibiru Wetan). Diskusi ini dihadiri oleh berbagai kalangan dari mulai masyarakat sekitar, Karang Taruna yang ada di berbagai Desa dan Kecamatan Cileunyi, organisasi pencinta alam, seniman dan budayawan.


“Saya selaku ketua dari Gama Budaya mengucapkan banyak terimakasih kepada para hadirin, meski acara berlangsung dalam keadaan hujan tetapi tetap setia mengikuti acara diskusi sampai selesai. Saya pun banyak berterima-kasih kepada semua pemateri yang dapat memberikan pandangan-pandangan serta ilmu yang bermanfaat bagi keberlangsungan aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan berbasis budaya” Ujar Rian Hidayat.

Foto: dok. Gamabudaya


Diskusi yang berlangsung setelah hujan di wilayah Ciborelang malam tadi, membahas peran masyarakat dan juga pemerintah dalam melakukan konservasi lingkungan. Pembahasan tersebut disampaikan dengan menarik oleh setiap pemateri seperti misalnya Pepep D.W memaparkan tentang konsep gunung dan hubungannya dengan manusia. Menurutnya, gunung merupakan wilayah penopang kehidupan yang dikisahkan dalam beberapa ayat di Al-Quran. Kelestarian gunung akan berdampak pada wilayah yang ada disekitarnya, begitupun jika gunung ruksak maka akan ada ketidakseimbangan yang berujung pada bencana yang berdampak pada kehidupan manusia. Selain itu Pepep D.W menegaskan bahwa aktivitas konservasi lingkungan melalui cara ritus merupakan kegiatan yang legal dan dilindungi oleh undang-undang, apalagi kegiatan ritus tersebut tidak bersebrangan dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku. Informasi tentang undang-undang pemajuan kebudayaan sudah selayaknya diketahui oleh masyarakat banyak agar setiap kegiatan budaya dapat berjalan dengan lancar dan membangun kerja sama yang baik bersama pemerintah terkait. Disisi lain Nunuh Sutisna memaparkan tentang hal sederhana yang bisa dilakukan oleh masyarakat jika memiliki kepedulian terhadap lingkungan yaitu dengan cara menanam pohon dimulai dari wilayah yang paling dekat misalnya di pekarangan rumah. Tapi menurut Nunuh Sutisna jika tugas menanam pohon terasa berat, beliau menghimbau agar masyarakat tidak merusak pohon. Karena dengan menjaga pohon tetap hidup dan tidak menebangnya itu merupakan hal terkecil yang bisa dilakukan jika peduli terhadap lingkugan.

Foto: dok. Gamabudaya


Edi Juarsa selaku kepala desa Cinunuk, memaparkan berbagai program yang ada di Desa Cinunuk yang berkaitan dengan lingkungan misalnya agenda rutin penghijauan, serta syarat menikah yang harus mewajibkan menanam pohon serta upaya pemerintah desa dalam mengembalikan mata air yang telah dikuasai oleh pihak swasta. Dalam hal ini Edi Juarsa mengingatkan kembali kepada masyarakat bahwa jangan mudah menjual wilayah milik pribadi yang memiliki dampak terhadap keberlangsungan masyarakat banyak misalnya kawasan yang memiliki mata air. Pada kesempatan ini beliau pun menjawab keluhan dari masyarakat tentang kawasan mata air yang sekarang telah dikelola oleh swasta. Menurutnya kawasan tersebut sudah menjadi agenda desa untuk perencanaan mengembalikan pemulihan kepemilikan lagi agar mata air Cihampelas bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat Cinunuk, namun masih ada kendala dan tantangan yang cukup besar terutama dalam hal biaya. Tetapi dalam hal ini pemerintah desa mengaku tidak tinggal diam dan masih mencari cara.


Untuk penutup pemaparan diskusi disampaikan oleh Hadian Supriatna kepala desa Cibiru Wetan. Dalam hal ini beliau banyak memaparkan fungsi dan peran pemerintahan desa dalam menjaga kelestarian lingkungan agar berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Selain itu beliau membahas figur pemimpin harus berpihak kepada lingkungan hidup secara nyata. Kehadiran Hadian Supriatna merupakan salah satu upaya untuk membangun kepedulian masyarakat sekitar Gunung Manglayang agar dapat bekerjasama dan gotong royong menjaga kelestarian Gunung Manglayang, karena jika Gunung tersebut rusak tentu akan berdampak terhadap beberapa desa yang ada di bawahnya, meski secara administratif Gunung Manglayang berada di Cibiru Wetan tetapi tanggung jawab menjaga kelestariannya adalah kewajiban seluruh masyarakat dan juga beberapa desa yang ada di kaki Gunung Manglayang.

 

Editor: Desty Nursyiam

                



Tidak ada komentar:

Posting Komentar