Oleh: Ambrosius M. Loho, M.Fil- Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Katolik De La Salle Manado, Pegiat Seni Tradisi, Penulis.
(Foto: dokumen penulis) |
Sejatinya tulisan ini adalah kata pengantar penulis dalam buku Gerakan Kebudayaan: Kolintang di Pusaran Peradaban, yang sementara proses penerbitan. Namun begitu, tulisan dalam bentuk kata pengantar ini, menjadi pembelajaran yang sangat mendalam, karena pentingnya memahami gerakan kebudayaan dalam sebuah seni berbasis tradisi, baik musik, tari, suara, dan lain sebagainya.
Jika kita menyelami sejarah termasuk seni, secara mendalam, kita akan melihat bahwa gerakan budaya berfungsi sebagai tonggak sejarah dalam garis waktu peradaban manusia. Jejaknya terlihat jelas dalam evolusi pemikiran, seni, sastra, dan filsafat. Misalnya, Renaisans. Periode ini adalah periode yang berlangsung dari akhir Abad ke-14 hingga awal Abad ke-17, dengan Italia sebagai episentrumnya, sebelum menyebar ke seluruh Eropa. Adapun karakteristiknya adalah lahirnya Humanisme, adanya pandangan bahwa Renaisance merupakan masa kelahiran kembali, yang lebih tampak dalam kebangkitan seni klasik, sastra, dan pembelajaran dari Yunani dan Romawi Kuno. Selain itu, zaman ini semakin jelas terlihat dengan munculnya individualisme dalam wujud nyatanya bahwa seni mulai menampilkan kepribadian, emosi, dan nuansa individu. ((https://www.tutorchase.com/notes/ib/history/9-2-1-cultural-movements).
Rajutan gerakan budaya ini, yang dijalin dengan benang-benang pemikiran, seni, dan patronase, menawarkan wawasan yang tak ternilai tentang evolusi peradaban manusia. Maka dari itu, saat kita menyelami periode-periode ini, serentak kita akan menggali dasar kepekaan modern kita. Dalam gerak yang sama, seni budaya secara khusus musik kolintang di Minahasa, dalam pengamatan penulis, juga mengalami hal yang sama. Dalam penemuan penulis, musik kolintang kini, telah berbentuk gerakan kebudayaan, yang berdampak pada semua sisi realitas yang ada.
Musik kolintang disadari betul telah ada dalam sebuah kebudayaan. Sebagaimana umum dikenal bahwa kebudayaan menjadi penting, karena tidak hanya dipandang sebagai entitas statis dengan unsur-unsur yang tetap, melainkan sebagai realitas dinamis yang terus bergerak. Aspek penting yang tidak bisa diabaikan adalah akulturasi, di mana suatu kelompok manusia dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan asing dan mengalami proses pengintegrasian yang unik. (www.ukpk.or.id.).
(Foto: dokumen penulis) |
Maka sebagai sebuah kebudayaan, gerak perkembangan, pengembangan serta pewarisan sebuah kebudayaan, menjadi sebuah bentuk gerakan kebudayaan, yang atas cara tertentu akhirnya akan menjadi sebuah strategi kebudayaan.
Musik kolintang saat ini pun, tersirat jelas telah menjadi sebuah gerakan untuk merubah tampilan serta kemasan menjadi semakin apik dan mudah digandrungi oleh kalayak ramai, penikmat pengagum, penonton serta pemerhati musik tradisional kolintang itu sendiri. Akhirnya, dari dasar pemikiran itu, penulis akhirnya juga menarasikannya dalam buku berjudul: Gerakan Kebudayaan: Kolintang di Pisaran Peradaban.
Buku ini, walau secara sangat sepintas, akan mengetengahkan berbagai upaya nyata semua penggerak kebudayaan musik kolintang, juga merupakan hasil usaha yang mewujud menjadi gerakan kebudayaan. Di semua tingkatan pembelajar musik kolintang, sejatinya telah mengambil bagian dalam gerakan yang dimaksud. Berakar dari tradisi, berpijak dari rumah seni itu sendiri yakni tradisi.***(bersambung)
Editor: Desty Nursyiam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar